Senangnya Dapat Donasi dari FeminaGroup

Awalnya kami mengirimkan email ke salah satu pegawai di Femina Group 'bagaimana caranya bisa mendapatkan bantuan donasi.' Alhamdulillah ditanggapi dengan baik oleh pihak Femina Group.

Profil Rumah Baca Cibiru

Taman baca diharapkan mampu menyediakan sumber-sumber pengetahuan bagi anak-anak usia sekolah. Selain itu, taman baca Bambu Biru dapat meningkatkan minat baca masyarakat secara umum.

Inilah Donatur Rumah Baca Bambu Biru

Donasi Rumah Baca Bambu Biru diperoleh dari berbagai bantuan, baik dari rekanan rumah baca, lembaga, maupun donasi individu. Berikut adalah pemberi donasi Bambu Biru.

Berbagi Buku, Berbagi Cerita

Rumah Baca, bagi saya adalah salah satu cara untuk memudahkan masyarakat untuk mendapatkan hak merengkuh pengetahuan.

Bakiak di Kampung Egrang

Kawan, tahukah kamu permainan tradisional bakiak? Apa enggak tahu? Ya Bakiak mungkin sudah jarang dimainkan pada era sekarang.

Kamis, 11 Agustus 2016

Efek Samping Rumah Baca Bambu Biroe Kampung Cibiru, Desa Cicantayan

Membaca Menjadi Bagian Keseharian Anak-Anak
Sejak Januari 2016, Kang Pibsa memperkirakan waktu berdirinya Rumah Baca Bambu Biroe. Jumlah bukunya hanya sekitar 150 buah yang diletakkan di sebuah rak di depan rumahnya. Bulan pertama didirikan, hanya segelintir anak-anak yang mau singgah untuk membaca. Kebanyakan anak-anak memilih bermain saja. Meski begitu, dari sedikit anak yang berkunjung tersebut, ternyata berhasil menarik anak-anak lainnya untuk berkunjung. Mereka mulai menjamah buku, membuka beberapa lembar dan diletakkan kembali ke raknya. Entah dibaca atau tidak, yang penting lembar demi lembar halaman buku telah dilihat-lihat terutama buku yang bergambar.
Adik-adik Membaca ketika Istirahat Sekolah

Dari situlah terlihat, buku ternyata memiliki ‘medan magnet’ bagi anak-anak. Secara perlahan-lahan semakin banyak anak yang berkunjung ke Rumah Baca Bambu Biroe. Melihat semangat anak-anak tersebut, Kang Pibsa mulai mencari buku dari berbagai sumber. Gayung bersambut, banyak teman-temannya yang menyumbangkan buku, baik itu teman dari rumah baca, teman tempatnya berkerja ataupun dari teman yang baru kenalnya. Mereka menyumbangkan buku dengan jumlah yang beragam, dari yang ratusan, puluhan, dan ada juga yang satuan. “Kami menerima bukunya dengan senang hati, kata Kang Pibsa.
Donasi dari Teman Teman Relawan Rumah Baca

Seiring bertambahnya buku, bertambah pula pengunjungnya. Anak-anak semakin ramai dan semakin gemar membaca. Setelah dua-tiga bulan berjalan, anak-anak dari sekolah madrasah yang lokasinya tepat di depan rumah, menjadikan rumah baca bak perpustakaan sekolah. Sebelum masuk sekolah, ada saja anak yang berkunjung. Waktu istirahat mereka bermain sambil memegang buku di depan rumah baca. Selepas pulang sekolah apalagi, anak-anak kian ramai datang untuk membaca dari buku komik, dongeng, hingga buku pelajaran sekolah.
Istirahat Sekolah itu Waktunya Membaca

Kang Pibsa mendirikan rumah baca dengan alasan yang sangat kuat, dia menyadari betapa  rendahnya akses terhadap sarana pendukung untuk memperoleh pengetahuan bagi anak-anak usia sekolah, seperti buku, alat tulis, dan alat peraga, di Kampungnya. “Saya berharap madrasah atau sekolah di kampung saya memiliki perpustakaan seperti di kota, “katanya sewaktu ngobrol santai di depan rumahnya. Apa yang dibicarakan tentu saja menjadi kabar baik untuk penunjang sarana pendidikan.
Kamu Membaca dan Kami Main Congklak

Agar suasana rumah baca semakin riang gembira, Kang Pibsa tak hanya menyediakan buku. Dia mulai membeli alat bermain seperti congklak. Jadilah sambil membaca, anak juga bermain congklak. Oh ya, ada permainan lain yang sangat ngetop di Kampung Cibiru, Desa Cicantayan, Kabupaten Sukabumi ini, yaitu permainan egrang. Permainan ini biasanya dimainkan anak-anak di sekitar kampung. Bagi anak-anak permianan ini sangat mudah dimainkan, tinggal diinjak, menjaga keseimbangan, setelah itu mereka bisa berjalan, dan berlari. Ya, berjalan dan berlari di atas egrang.
Kegiatan membaca dan bermain bisa seiring jalan, anak-anak tampak semakin senang selepas membaca, mereka bisa bermain bersama teman-teman. Lalu apa efek samping dari rumah baca ini?

Membaca Santai Hingga Sore Hari
Rumah Baca Bambu Biru, hingga Agustus 2016, jumlah buku yang dimiliki buku 1000 biji lebih sedikit. Tentu jumlahnya akan terus bertambah, dengan semakin banyak orang baik yang menyumbangkan buku. Dari semakin banyaknya jumlah buku di Rumah Baca Bambu Biroe inilah yang memberi efek samping bagi anak-anak.
Buku Membuat Lupa Waktu

Anak-anak membaca buku tanpa disuruh dan datang sendiri ke Rumah Baca Bambu Biroe. Dunia literasi adalah dunia yang menyenangkan ketika adik-adik menemukan caranya sendiri untuk terus membaca buku. Mereka datang tak dipanggil, pulangnya bisa sampai sore. Seringkali beberapa anak, duduk santai selepas Ashar menjamah buku dan hanyut dalam bacaannya. Hingga magrib menjelang, dan azan akan tiba barulah diingatkan untuk pulang ke rumah.
Adanya rumah baca ini mengisi kekosongan sarana pendukung sekolah berupa perpustakaan. Tak ada perpustakaan, tetapi anak-anak sudah memiliki pilihan tempat untuk membaca buku, ya di Rumah Baca Bambu Biroe.
Tumbuh Bersama Menjulang Ke Langit

Kampung Cibiru, Kampung Tempat Anak-Anak Terbiasa Bermain Egrang
RumahBaca Bambu Biru tak bisa telah menjadi bagian dari dunia anak-anak di Kampung Cibiru. Dunia bermain yang asyik dan gembira. Nah, efek samping lainnya dari berdirinya rumah baca adalah semakin populernya permainan egrang. Permainan egrang menjadi bagian permainan kekinian, melewati batas penamaan permainan tradisional yang dianggap usang.
Asiknya Bermain Egrang

Kebetulan sekali, Kampung Cibiru sebagai kampung yang dihadiahi oleh Tuhan dengan ditumbuhi banyak pohon bambu. Jadilah, egrang dapat dibikin kapan saja, ketika ada orang yang ingin membeli. Kampung Cibiru mulai menjadi sentra produksi alat permainan egrang. “Orang-orang mulai banyak memesan egrang dari kampung kami.” Begitu menurut pengakuan Kang Pibsa dan egrang tersebut dibuat oleh warga lokal.
Pembuat Egrang dari Warga Lokal

Permainan egrang ternyata telah berdampak luas, misal sudah ada Egrang Sukabumi - Korang Bumi yang mengenalkan permainan tradisional di Sukabumi. Rumah Baca Bambu Biroe berharap egrang yang merupakan inovasi daerah tak berwujud permainan lokal semata, namun sebagai produk permainan yang harus bisa dimainkan dimana saja dan oleh siapa saja. Jadi, kegiatan RumahBaca Bambu Biru telah berdampak luas dengan menghidupkan usaha warga sekitar dengan membuat egrang.
Lomba Permainan Egrang di Kampung Cibiru

Kampung Cibiru tampaknya tidak mau tertidur dalam kondisi yang tertinggal. Ada sosok seperti Kang Pibsa yang ingin membuat kampungnya semakin maju dengan pendekatan dunia pendidikan dengan menyedian rumah baca. Rumah Baca Bambu Biroe ternyata bisa menarik hati anak-anak untuk datang sendiri dan semakin rajin membaca. Mereka mulai mengenal buku dengan caranya sendiri. Satu lagi yang menarik tentu saja, rumah baca memiliki dampak lain, permainan egrang bisa berdampak keuntungan ekonomi. Rumah Baca Bambu Biroe mulai bisa memperoleh penghasilan sendiri dari egrang yang mereka buat. Semoga saja Rumah Baca ini semakin bermanfaat demi kemajuan anak-anak dan untukIndonesia yang semakin cerdas.

Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku - https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku

Rabu, 22 Juni 2016

Bakiak di Kampung Egrang - Cibiru

                             

Kawan, tahukah kamu permainan tradisional bakiak? Apa enggak tahu? Ya Bakiak mungkin sudah jarang dimainkan pada era sekarang. Tetapi buat anak-anak yang masa kecilnya pada masa tahun 1990an, bakiak menjadi bagian keseharian mereka. 

So, mari kita simak apakah bakiak itu? Bakiak itu merupakan permainan sepasang sandal panjang terbuat dari kayu. Untuk memainkannya, perlu 3-4 orang pada sepasang bakiak. Para pemain secara bersama-sama melangkah ke garis finish. Permianan bakiak sangat dibutuhkan kekompakan, kawan. Kalau tidak kompak, ya akan menjadi kesulitan untuk keseluruhan tim. Ketika kita mulai melangkah, sedangkan teman lain masih belum mengangkat kaki. Maka mengakibatkan semua pemain akan terjatuh. Nah kenapa ya mesti kompak?


Nah, di balik permainan bakiak, sebenarnya ada nilai moral yang bisa kita petik. Menurut Kang Pibsa, pengelola Rumah Baca Bamboe Biru, permainan bakiak itu memiliki nilai untuk kita menjunjung tinggi rasa kebersamaan senasib sepenanggungan. Jika melakukan sesuatu secara bersama, makan hasilnya akan masksimal. 



Satu diantara tim sekolompok harus memiliki rasa kebersamaan yang kuat. Kita tidak bisa memaksakan langkah kita sendiri saja, tetapi harus seiring-seirama. Nah, kalau kita terjatuh, bisa bangkit lagi, dan saling menolong supaya bisa sama-sama melangkah sampai ke tujuan.

Rabu, 15 Juni 2016

Filosofi Congklak

Kawan, tahukah kamu? 
Dibalik permainan Congklak ternyata mengadung filosofi yang indah dari nilai kebudayaan bangsa Indonesia. Biji congklak yang dikumpulkan dari lubang-lubang kecil ke lubang yang paling besar adalah simbolisasi dari padi atau hasil tanam penduduk desa. Kemudian dipanen dan disimpan ke dalam lumbung untuk persediaan bahan pangan penduduk.


Masih ingat berapa jumlah lubang kecil di masing-masing sisi?
Ada 7 lubang dan masing-masing berisi 7 biji. 7 adalah jumlah hari dalam satu minggu. Jumlah biji yang ada pada lubang kecilpun sama. Artinya, tiap orang mempunyai jatah waktu yang sama dalam seminggu, yaitu 7 hari.
Ketika biji diambil dari satu lubang, ia mengisi lubang yang lain, termasuk lubang induknya. Pelajaran dari fase ini adalah, tiap hari yang kita jalani, akan mempengaruhi hari-hari kita selanjutnya, dan juga hari-hari orang lain. Apa yang kita lakukan hari ini menentukan apa yang akan terjadi pada masa depan kita. Apa yang kita lakukan hari ini bisa jadi sangat bermakna pula bagi orang lain.
"Biji diambil, kemudian diambil lagi, juga berarti bahwa hidup itu harus memberi dan menerima. Tidak bisa mengambil terus, kalau tidak memberi."
Biji diambil satu persatu, tidak boleh semua sekaligus. Maksudnya, kita harus jujur untuk mengisi lubang kita. Kita harus jujur mengisi hidup kita. Satu persatu, sedikit demi sedikit, asalkan jujur dan baik, lebih baik daripada banyak namun tidak jujur. Satu persatu biji yang diisi juga bermakna bahwa kita harus menabung tiap hari untuk hari-hari berikutnya. Kita juga harus mempunyai “simpanan/tabungan”, yaitu biji yang berada di lubang induk.
Strategi diperlukan dalam permainan ini agar biji kita tidak habis diambil lawan. Hikmahnya adalah, hidup ini adalah persaingan, namun bukan berarti kita harus bermusuhan. Karena tiap orang juga punya kepentingan dan tujuan yang (mungkin) sama dengan tujuan kita, maka kita harus cerdik dan strategis.
Pemenang adalah yang jumlah bijinya di lubang induk paling banyak, maksudnya adalah mereka yang menjadi pemenang/ mereka yang sukses adalah mereka yang paling banyak amal kebaikannya. Mereka yang banyak tabungan kebaikannya, mereka yang menabung lebih banyak, dan mereka yang tahu strategi untuk mengumpulkan rezeki.
Sedangkan dari pendidikan bagi anak, permainan coklak dapat dijadikan media pendidikan Matematika kelas I yang masih transisi dari TK ke SD. Karena dapat memperkenalkan metode berhitung dengan memakai media permainan ini.
Selain juga dapat memberikan pendidikan saling menghargai sesama teman karena bergantian mengisi lubang congklak. Mereka juga dilatih sabar mengisikan congklak dengan hati-hati, satu per satu.
Dari berbagam makna filosfi yang ada pada seni permainan tradional ini Anda akan diajak untuk memahami bersabar, berpikir, dan ulet dalam proses hidup dan kehidupan dalam mencapai puncak akhir kehidupan yang di simbolkan dengan terpenuhinya lubang besar atas biji-biji congklaknya.


Minggu, 12 Juni 2016

Bermain Egrang di Kampung Ramadhan Kebonjati Sukabumi 1437 H

                       
          
Setelah sukses mengenalkan kembali permainan egrang  sebagai permainan tradisional dan menjadi primadona yang dicoba dari anak-anak, remaja, hingga orang tua dalam acara gathering komunitas Sukabumi Facebook (SF) Family Day 2016. Kali ini, Komunitas Egrang Sukabumi (Korang Bumi) meramaikan perhelatan Kampung Ramadhan Kebonjati Sukabumi 1437 H/ 2016 M.  
                            

Korang Bumi yang digagas oleh Pemuda Kreatif bernama Pibsa Zulva dan Ifram Purnama dari Kampung Cibiru, desa Cicantayan, Kec. Cicantayan, Kabupaten Sukabumi meyakini permainan egrang dan permainan tradisional lainnya bakal sangat diniknimati oleh masyarakat secara umum.
“KAMPUNG RAMADHAN KEBONJATI 1437 H" merupakan kegiatan yang diikuti banyak Komunitas  sosial seperti Baksos Sehati, Hijabersmom community, Baraya, Pejuang Keluarga. Juga organisasi sosial seperti RZ. DPU DT, dll. Komunitas Dakwah seperti ODOJ. Quranic Club, Muslimah Cerdas Multitalenta, Hijrah Cinta, Majlis Mahabbah, Remaja Masjid An-Nuur, Majlis Tahsin At-Tartiil, Majlis Adz-Dzakiroh. Komunitas Kreatif Korang (egrang), Sukabumi Nasyid Centre, Desert Fox, Bazit, Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia, Sukabumi Heritages, Sukabumi Facebook. Perusahaan-perusahaan besar yg berorientasi keumatan seperti ZOYA, ELZATTA, Toserba Selamat, Batik Kenari, dan masih banyak lagi.
Kegiatan ini bisa dikatakan kegiatan Akbar, karena melibatkan banyak karya dari lintas komunitas dan dipersatukan dalam sebuah event yang luar biasa. 

                         

Acara pembukaan akan diadakan Tanggal 13 Juni 2016, Pukul 15.30 di Jl. Siliwangi Gg. G. Mukhtar No. 14 Kebonjati Sukabumi yang dibuka oleh Wakil Walikota Sukabumi H. Ahmad Fahmi, S.Ag., M.MPd.
Bagi Kamu-Kamu-Kamu yang penasaran akan kegiatan ini yuk mari ramaikan KAMPUNG RAMADHAN KEBONJATI 1437 H Di Sukabumi.  Mari Lihat Rincian kegiatannya di Rencana Kegiatan di bawah ini
Jadi, Bagi kamu warga Sukabumi, Tunggu apalagi mari ramaikan dan bermain Egrang Bersama Kami.
CERIA RAMADHAN
#KampungEgrang
#Bambubiroe_ID
#Bambu_ID

Ketika Egrang Menjadi Primadona di Gathering Sukabumi Facebook

Korang Bumi, Foto Koleksi Korang Bumi
Apakah anda masih melihat anak-anak di sekitar tempat tinggal anda bermain egrang? Apakah anda pernah mencoba mengenalkan kembali permainan tradisional ini? Saya melihatnya sendiri  ternyata egrang menjadi permainan primadona yang dicoba dari anak-anak, remaja, hingga orang tua dalam acara gathering komunitas Sukabumi Facebook (SF) Family Day 2016.
Siapa yang membawa egrang ke acara kumpul keluarga komunitas terbesar se-Sukabumi tersebut? Komunitas Egrang Sukabumi  namanya, sebuah komunitas yang digagas oleh Pemuda Kreatif bernama Pibsa Zulva dan Ifram Purnama dari Kampung Cibiru, desa Cicantayan, Kec. Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Inspirasi mendirikan komunitas ini berasal dari adik-adik Rumah Baca Bamboe Biru yang juga berada di Kampung Cibiru. 
Adik-adik tersebut menjadikan egrang menjadi salah satu permainan favorit yang dimainkan setiap hari. Nah, kedua pemuda tersebut berpikir egrang sudah seharusnya dimainkan oleh banyak orang kembali  dan tidak hanya di Kampung Cibiru saja. Maka tercetuslah ide dari Ifram, “bagaimana kalau kita buat sebuah komunitas saja agar dikenal banyak orang.” Akhirnya diputuskan nama Komunitas itu adalah Komunitas Egrang Sukabumi yang disingkat Korang Bumi. Anggota Komunitas ini ya tentu saja dimulai oleh adik-adik dari Rumah Baca Bambu Biroe ditambah seluruh pengelola dan relawannya.
Komunitad dalam Gathering, Foto dari Sukabumi Facebook
Kebetulan sekali Ifram yang juga menjadi anggota group di Sukabumi Facebook melihat rencana diadakan gathering komunitas terakbar di Sukabumi pada tanggal 29 Mei 2016. Lalu, Korang Bumi didaftarkan melalui email sebagai salah satu dari 24 komunitas yang turut serta dalam perhelatan tersebut. Persiapan demi persiapan dilakukan, salah satu yang persiapan terpenting adalah membuat egrang yang lebih besar dan lebih tebal, agar bisa dimainkan oleh siapapun nantinya. 
Kang Pibsa mengatakan, “buat egrang ini mah susahnya melubangi bambu untuk sandaran kakinya, karena harus mencukil batang bambu dengan pisau. Cape juga, kan bambunya juga tebal.” Jadilah niatan membuat 5 egrang, hanya bisa membuat 3 saja, itu pun dengan susah payah. Kenapa tidak membawa egrang yang sudah ada saja? Egrang yang sudah dibuat sebelumnya diragukan dapat dimainkan oleh semua orang, apalagi ukuran bambunya cenderung lebih kecil.
Membuat egrang, kang pibsa dan kang ifram, foto koleksi Korang Bumi
Singkat kata, hari gathering akhirnya tiba juga dan egrang sudah siap untuk dibawa ke acara yang diadakan di hotel Selabintana, Sukabumi. Hari itu ada 3 orang anak-anak dari Rumah Baca Bambu Biroe sekaligus anggota Korang Bumi dibawa ke acara tersebut. Zalfa, Ujang, dan Ipul senang bukan main, karena mereka jarang sekali bermain ke luar kampung dan bertemu dengan begitu banyak orang hari minggu pagi tersebut. Setelah registrasi kepada panitia dengan membayar Rp20.000 per orang sebagai tanda keterlibatan dalam gathering, Korang Bumi pun menyewa tikar dengan harga Rp15.000 untuk lapak anak-anak. Oh ya, uang registrasi gathering digunakan untuk kegiatan amal yang dikoordinir oleh panitia dari Sukabumi Facebook.
Zalva, Ipul dan Ujang beraksi bermain Egrang

Setelah beristirahat sebentar duduk di tikar yang disewa, egrang rupanya sudah menjadi bidikan pengunjung lainnya. “Enggak nyangka, baru duduk sebentar egrang sudah dipinjam sama komunitas lain,” Kata Novita selaku pengelola Rumah Baca Bambu Biroe, Divisi Pengenalan Permainan Tradisional. Kadang-kadang Ujang, Zalva, dan Ipul juga menunjukkan kemampuan mereka bermain egrang. Kemampuan mereka berjalan diatas dua bambu itu tak pelak menjadi pusat perhatian. Dari yang memfoto sampai bertanya, bagaimana caranya memainkan egrang tersebut. Ya bagi mereka tentu mudah saja, injak sandaran kaki, berdiri, dan berjalan santai dengan egrang. Wong, saban hari memainkan egrang.
Ipul menunjukkan keahliannya
Seperti yang saya tulis pada paragraph pertama, komunitas lain yang meminjam egrang dari anak-anak hingga orang dewasa.
Ada ayah yang mengajarkan anaknya meminkan egrang
Ayah mengajarkan anak bermain egrang, Foto dari Sukabumi Facebook
Ada pemuda yang mencoba bernostalgia pada masa kecilnya dengan bermain egrang
Walikota Sukabumi juga setuju Egrang harus tetap dimainkan oleh anak-anak jaman sekarang
Anggota Korang Bumi juga berfoto dengan Super Admin Sukabumi Facebook
Disela-sela kegiatan, Korang Bumi sempat disapa oleh Kang Awan sebagai salah satu penggiat Komunitas yang juga konsen dengen pelestarian budaya sunda, salah satunya permainan tradisional. Pembicaraan dengan Kang Awan dan Korang Bumi tampaknya sangat menarik membahas, bagaimana caranya agar egrang itu dibuat menjadi permainan terkenal kembali. Kata kang Awan, “saya sebetulnya lagi menjadi komunitas yang bergiat dengan permainan tradisional ini,” bak gayung bersambut. Lalu Korang Bumi bertukar nomor telepon untuk menjalin hubungan selanjutnya mengenai kegiatan pengenalan egrang ini.
Sejak awal kedatangan Korang Bumi ke Gatering SF tersebut, tak sedikit yang bertanya dimana lokasi pembuatan egrang dan markas Korang Bumi berada. Ifram juga sering menjelaskan betapa pentingnya permainan ini bagi anak-anak saat ini, agar tak hanya bermain di rumah dan terlalu asik dengan egrangnya. “Coba bayangin saja, kalau anak-anak main hape terus, enggak pernah main diluar,” tanyanya ditanggapi dengan anggukan dari komunitas lainnya, pertanda setuju.
Menariknya lagi, Korang Bumi tak menyangka ternyata Egrang dijadikan salah satu permainan yang dilombakan hari itu. Egrang semakin terkenal hari itu karena semua group ikut dalam perlombaan tersebut. Tak kalah mau bersaing, Ujang dan Ipul berumur 6 tahun juga dilibatkan dalam lomba egrang. Siapakah lawan mereka? Anggota komunitas yang umurnya tentu saja tidak bisa dikatakan anak-anak. Bahkan ada bapak-bapak juga yang ikut bermain egrang.
Lomba Egrang
Dari semua peserta lomba egrang, ternyata tak sedikit yang lancar berjalan di atas egrang dan masuk ke tahap lomba selanjutnya. Bagaimana dengan Ipul dan Ujang? Ipul tak menang dalam lomba egrang, tetapi Ujang berhasil menjadi salah satu sang jawara. Kalau orang hanya bisa berjalan, Ujang berlari dengan egrang ketika memanangkan perlombaan. 
Kecil lawan besar
Syukurnya, Ujang berhasil menang dan tak membuat malu Korang Bumi. Ala bisa karena biasa, sang juara tentu saja dari anak kecil yang sering memainkan egrang.
Ujang, paling kecil difoto sang jawara egrang
Hari minggu lalu sampai hari ini, Korang Bumi dan Rumah Baca Bambu Biru senang bukan kepalang melihat egrang dimainkan banyak orang. Tak hanya anak-anak di Kampung Cibiru saja yang pintar meminkan permainan tradisional yang begitu beken bagi anak-anak era tahun 1990an. Rupanya tahun 2016 pun, egrang tetap menjadi permainan tradisional yang dimainkan secara bergantian oleh berbagai komunitas pada acara gathering tersebut.
Wahai kompasianer dan pembaca budiman, jangan ragu dan teruslah mengenalkan egrang. Pada suatu kali Pak Menteri Anies Baswedan mengatakan bahwa Belajar egrang berarti belajar tentang keseimbangan. Bila dibawa ke dalam pemaknaan yang lebih jauh, maka egrang dapat mengingatkan kita tentang keseimbangan dunia-akhirat; keseimbangan hubungan kita pada Allah, sesama makhluk dan lingkungan; dan keseimbangan peran kita di keluarga dan masyarakat. Menarik sekali, egrang sesungguhnya bukan sekedar permainan biasa, tetapi merupakan permainan  yang memiliki makna mendalam dan istimewa yang layak dimainkan oleh anak-anak era teknologi cangih, anak saya, anak anda, dan anak-anak di Indonesia.
Foto bersama Gathering Sukabumi Facebook


 Salam Egrang Dari Sukabumi

Berikut adalah Foto-Foto yang diambil dari Akun Sukabumi Facebook

Zalva dengan jagoan egrang

Tak menyerah mencoba berdiri, Foto dari Sukabmi Facebook

Foto dari Sukabumi Facebook

Kamis, 26 Mei 2016

Lomba Permainan Tradisional Rumah Baca Bambu Biru



Ikutilah Lomba Permainan Tradisional di Kampung Cibiru, Desa Cicantayan.
Permainan Yang dilombakan


- Egrang

- Galasin

- Congklak

- Bakiak



Hari Sabtu, 4 Juni 2016

Jumat, 20 Mei 2016

Egrang Permainan Tak Tergerus Oleh Jaman : Catatan Rumah Baca Bambu Biru

Lomba permainan tradisional Egrang, Rumah Baca Bambu Biru, Cicantayan, Sukabumi
Egrang? Egrang teh nu kumaha? Pertanyaan itulah yang muncul ketika pertama kali dikatakan akan diadakan permainan Egrang kepada Adik-Adik di Rumah Baca BambuBiru. Permainan ini hampir tak dikenal baik oleh mereka, syukurnya beberapa anak masih mengenal permainan egrang dengan sebutan Jajangkungan. Sebelumnya,mereka tidak pernah memainkan permainan ini.
Lalu untuk menjawab pertanyaan 'Egrang teh nu kumaha?' (Bagaimana permainan egrang itu?), pengelola membuat alat permainan egrang ini sebelum lomba dilakukan, agar mereka mencoba terlebih dulu bagaimana asiknya memaminkannya. Permainan egrang ini sebenarnya bukan permainan yang asing bagi warga Cibiru pada era 90an. Orang-orang Kampung ini terbiasa membuatnya, apalagi Cibiru dikenal sebagai salah satu desa penghasil bambu. Jika ingin membuatnya, bambu tinggal diambil di dekat rumah atau memotong bambu yang ada di hutan. Namun itu masa lalu, seiring waktu anak-anak kampung mulai tidak mengenalnya.
Nah, lalu apa yang terjadi setelah egrang dibuat oleh pengelola Rumah Baca Bambu Biru? Anak-anak ternyata sangat antusias memperhatikan ketika egrang dibuat dan seolah tak sabar ingin mencoba memainkannya. Anak laki-laki dan perempuan sama saja, mereka seolah penasaran bagaimana rasanya berdiri di atas bambu yang tinggi tersebut?

Apa itu Egrang?
Egrang adalah alat permainan tradisional yang terbuat dari 2 batang bambu dengan ukuran lengan orang dewasa dan di bagian bawahnya terdapat tumpuan yang dibuat dengan bahan bambu agak besar. 
Permainan ini sebenarnya dikenal dibanyak daerah di Indonesia, tetapi seiring jaman permainan ini tampaknya mulai tak seterkenal games gadget yang awam dimiliki anak-anak di era teknologi sekarang ini. Egrang dapat dijumpai di berbagai daerah aneka nama, seperti: di Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Bengkulu dikenal dengan nama Ingkau yang artinya sepatu bambu (dalam bahasa Bengkulu), di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang,nah kalau di Kampung Cibiru, Desa Cicantayan dikenal dengan nama Jajangkungan.
Egrang dibuat dari batang bambu dengan panjang kurang lebih 2,5 meter dan pada bagian bawah dibuat tumpuan dengan jarak sekitar 50 cm untuk tempat berpijak kaki. Lebar tumpuan kurang lebih 20 cm. Ukuran permainan egrang bisa dibuat sesuai dengan tubuh anak-anak atau orang dewasa. Nah waktu perlombaan egrang (15 Mei 2016) lalu, egrang dibuat untuk ukuran anak-anak dengan panjang sekitar 2 meter dan dibuat dengan bahan bambu yang agak kecil. 
Memcoba Egrang, Rumah Baca Bambu Biru, Desa Cicantayan, Sukabumi
Egrang, Jangan Biarkan Punah Digerus Zaman 
Jangan sampai digerus zaman, itulah yang dipikirkan oleh pengelola Rumah Baca Bambu Biru. Jangan sampai anak-anak di Kampung Cibiru tidak mengenal Egrang. Egrang harus digemarkan kembali dan menjadi salah satu permainan anak yang disenangi di Kampung Cibiru.
Mencoba Egrang, Rumah Baca Bambu Biru, Desa Cicantayan, Sukaumi
Setelah egrang dibuat, benar saja anak-anak antusias sekali mencobanya. Dua hari sebelum perlombaan, sebagian besar anak-anak berani mencoba dan berhasil memainkannya dengan berdiri dan berjalan dengan menggunakan egrang. Bahkan sudah ada yang berhasil berlari dengan menggunakan egrang. Rupanya permainan egrang ini tak sulit dimainkan oleh anak-anak diKampung Cibiru. Mereka dengan cepat berhasil menjaga keseimbangan dengan berdiri di atas egrang. 

Lalu bagaimana ceritanya saat perlombaan Egrang? Nanti ya diceritakan lagi bagaimana pengalaman anak-anak saat perlombaan egrang :)

_____________________________________________________________________
Permainan Egrang, Tak Lengang Tergerus Jaman (Bagian 2)
Melanjutkan tulisan sebelumnya, setelah anak-anak mencobanya Egrang dan berlatih selama 2 hari sebelum perlombaan. Akhirnya ada sekitar 18 anak yang turut serta perlombaan Egrang pada Hari munggu, 15 Mei 2016 lalu. Saya sendiri cukup terkesima melihat antusiasnya anak-anak dalam bermain engrang. Permainan tradisional yang saya pikir susah untuk dimainkan, ternyata menjadi hal mudah bagi anak-anak untuk menaiki dan menjaga kesemibangannya beridiri diatas dua bambu. “Udah pada bisa belum jalan pakai egrang?” Tanya saya pada anak-anak yang siap berlomba. “Bisaaaaa,” mereka menjawa secara serentak.
Sebelum perlombaan  dimulai, anak-anak disuruh mendaftarkan namanya kepada Kang Pibsa (ketua pengelola Rumah Baca Bambu Biru), mereka menuruti,anak laki-laki dan perempuan mendaftar secara bergantian. Pengelola rumah baca tidak membedakan peserta perlombaan antara laki-laki dan perempuan, mereka diperlakukan sama. Karena dengan cara tersebut, anak laki-laki akan lebih menghormati temannya yang perempuan. Tanpa membedakan perlakuan diantara mereka, perempuan dan laki-laki dimainkan dalam satu perlombaan egrang. Semua mengantri mendaftar perlombaan dan membuat Kang Pibsa lebih awas memperhatikan siapa saja peserta perlombaan egrang.
Karena pesertanya ada 18 orang, maka perlombaan dilakukan dengan babak penyisihan, hingga ada tiga orang yang nantinya menjadi peserta final. Setiap babak penyisihan melibatkan 3 orang, lalu diadu kecepatan diantara mereka. Siapa yang lebih dulu menyentuh garis Finish, maka secara otomatis sebagai peserta yang dapat melanjutkan ke babak selanjutnya.
Penyisihan pun dilakukan, ada saja kejadian lucu. Ada yang terjatuh masih tiga langkah. Ada yang berjalan dengan santai saja. Ada pula anak-anak yang tubuhnya bergoyang dan terhempas ke tanah. Tetapi itu bukan halangan untuk mereka mengikuti perlombaan.  Mereka tertawa ketika terjatuh dan menariknya siap siaga membantu peserta lainnya agar cepat berdiri kembali diatas egrang. Syukurnya tidak ada luka serius, kalau hanya lecet kecil saja itu biasa. “Aduh nyeri oge euy, jatuh tadi,” terdengar beberapa orang anak mengeluh setelah mengikuti perlombaan.
Hingga, singkat kata setelah melalui babak penyisihan, antara semua peserta baik laki-laki dan perempuan, ada 3 orang yang berhasil mencapai babak final perlombaan. Ketiga orang anak yang berhasil masuk final, sepertinya paling jagoan memainkan egrang. Mereka sudah bisa seperti berlari diatas egrang. Kagum melihatnya, padahal baru beberapa hari berhasil menjaga keseimbangan di atas egrang. Akhirnya salah seorang peserta memenangkan perlombaan egrang. Maaf tidak bisa menyebutkan nama anak tersebut, kalau mau tahu, silahkan datang ke Kampung Cibiru, biar bisa berkenalan dan foto-foto sambil bermain egrang bersama kami.
Permainan tradisional Egrang terbukti sangat diminati oleh mereka. Permainan yang harus dilakukan di luar ruangan yang luas ini, selalu dilakukan secara bersama. Setelah perlombaan, anak-anak sering meminjam egrang ke Rumah Baca Bambu Biru. Mereka terus memainkannya, hingga bisa berdiri tegak dan berlari dengan egrang.
Bagi pengelola Rumah Baca Bambu Biru yang sebagian besar generasi 90an, merasa bahagia melihat permainan ini bisa terus dimainkan. Tak hanya bernostalgia meratapi kepunahan permainan lama, tetapi egrang ini terus dimainkan oleh anak-anak generasi sekarang. Wahai pembaca sekalian, tahukah anda, egrang mampu membuat anak-anak bermain bersama, berbagi tawa, saling membantu, dan terus memperhatikan kawannya saat bersama-sama bermain.
Egrang, pemainan ini diharapkan terus ada di Kampung Cibiru dan ada mimpi akan menjadi salah satu ciri khas dari Rumah Baca Bambu Biru. Ciri khas bagi Kampung Cibiru, si Kampung Egrang.